Dahulu kala, Bangsa Indonesia Pernah Menjadi Super Power dan Menguasai 2/3 dari muka Bumi
Misteri Candi Cetho, Candi Sukuh dan Candi Penataran
- Candi Cetho
*
- Candi Sukuh
*
- Candi Penataran
*
Written by : Turangga Seta
Date : Saturday, 03 April 2010 02:51 -
Last Updated : Wednesday, 26 May 2010 13:50
Di
Indonesia terdapat berbagai macam
candi. Terutama di pulau
Jawa ada bermacam-macam candi yang tersebar mulai dari Jawa Timur sampai ke ujung Barat pulau Jawa.
Namun ada
beberapa kejanggalan yang bisa dilihat di beberapa candi yang ada di Pulau Jawa. Kejanggalan terlihat dari patung dan relief yang ada.
Kalau pengukuran secara tahun oleh arkeolog benar maka banyak hal
yang tidak masuk akal di dua candi yang telah kami teliti yaitu
Candi Cetho ,
Candi Sukuh dan
Candi Penataran.
Sebagian dari materi ini pernah dibawakan pada :
- Diskusi Panel : “
Indonesia Asal Peradaban Dunia“, Sabtu Wage, 27 Maret 2010 di The Executive Club, Hotel Sultan – Jakarta
- Seminar : “
Penemuan Purbakala dan Spiritualitas Indonesia“, Sabtu Wage, 20 Februari 2010 di Cafe Domus Newseum Indonesia – Jakarta
***
Turangga Seta
Written by : Turangga Seta
Day : Monday, 24 May 2010 17:01
Last Updated : Tuesday, 25 May 2010 19:02
Turangga Seta adalah sebuah yayasan yang bergerak di bidang pelestarian budaya yang ada di
Nusantara, serta mempelajari dan memetakan kembali kebesaran Nusantara yang sampai saat ini hanya dianggap sebagai mitos belaka.
Dalam perjalanannya, kami banyak menemukan benda-benda peninggalan
purbakala yang dapat dijadikan bukti dan acuan tentang ada tidaknya
mitos itu.
Di sisi lain, kami juga banyak menemukan aplikasi kearifan lokal yang
ternyata sanggup digunakan untuk mengatasi masalah yang berhubungan
dengan bencana alam. Aplikasi kearifan lokal itu sudah kami aplikasikan
di berbagai daerah, salah satu bentuk aplikasi kearifan lokal yang sudah
terdokumentasi dengan lengkap adalah pada saat prosesi kami di titik 45
semburan lumpur panas Lapindo Brantas.
***
Written by : Turangga Seta
Day : Monday, 24 May 2010 17:01
Last Updated : Tuesday, 25 May 2010 19:02
Untuk yang berhubungan dengan sejarah Nusantara, kami berhasil menemukan bahwa:
Sejarah Nusantara tidak sekerdil sejarah yang tertulis di
buku-buku pelajaran sejarah sekolah yang resmi atau literasi sejarah
yang ada.
“Bahkan lebih dari itu, kami menemukan bukti tentang
kebesaran leluhur Nusantara yang disekitar 10.000 tahun sebelum masehi
sudah menguasai Dua Per-Tiga Bumi”.
Data yang kami peroleh terdapat di beberapa relief dan
prasasti yang dapat dilihat dan dimengerti oleh semua orang.
Selain itu kami juga berhasil memetakan dan mendokumentasikan
lebih dari 20 jenis aksara purba asli Nusantara yang dapat dipakai
untuk membaca prasasti dan rontal-rontal kuno.
Berhubungan dengan pencitraan sejarah sebagai mitos, kami juga berhasil menemukan bukti bahwa
beberapa cerita mitos itu adalah benar adanya, bukan hanya sekedar cerita pengantar tidur atau celoteh dongeng keheroikan belaka (seperti keberadaan
Kerajaan Hastina Pura, Kerajaan Ngamartalaya, Kerajaan Dahana Pura, Kerajaan Gilingwesi, dll.)
Kami juga berhasil memetakan periodesasi terciptanya bumi sampai ke titik akhir menjadi tiga:
-
Jaman Kali [Jaman Besar], dan setiap Jaman Kali kami bagi menjadi tujuh.
-
Jaman Kala [Jaman Sedang], dan 1 Jaman Kala kami bagi menjadi tiga
-
Mangsa Kala [Jaman Kecil], serta berhasil mengurutkan sejarah kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara yang mayoritas dihilangkan dari sejarah resmi.
Kebesaran Nusantara di masa lalu sangat erat kaitannya dengan
kebesaran tradisi yang pernah ada di Nusantara. Namun sayangnya
kebesaran tradisi kita itu telah dihilangkan dengan masuknya
ajaran-ajaran baru.
Bahkan ajaran-ajaran baru cenderung mem-vonis tradisi kuno menjadi
animisme, dinamisme dan politeisme. Padahal ada beberapa teknologi
terapan masa lalu yang sangat efektif dan menjadi kekuatan kehormatan
dari kebesaran leluhur kita yang sebetulnya masih sangat relevan untuk
digunakan oleh generasi kita sebagai pewaris teknologi tersebut, namun
kita tidak pernah menyadarinya.
Sebagai contoh, dalam
Kitab Negara Kertagama terdapat aturan bahwa setiap
Adipati harus menghadap ke pusat kerajaan [Kerajaan Induk] setiap 35 hari sekali.
Diandaikan bila hal itu terjadi di era
Kerajaan Majapahit, Adipati dari
Kadipaten Magadha [sekarang
Bandung] untuk mencapai ke
Trowulan
pasti butuh waktu lebih dari dua minggu. Karena pada masa itu belum ada
jalan raya dan mayoritas daerah sepanjang perjalanan masih berupa hutan
belantara, juga belum terdapat sarana transportasi modern seperti saat
sekarang ini.
Belum lagi para Adipati yang memerintah di luar pulau Jawa, seperti Adipati dari
Kadipaten Tamgaram [sekarang
Lampung] atau Adipati dari
Kadipaten Madagascar [pulau dekat benua
Afrika], bagaimanakah dan apakah sarana transportasi mereka untuk menghadiri
Pisowanan Agung setiap 35 hari sekali itu.
Untuk perbandingan, saat gempa besar melanda Padang ternyata bantuan
yang lewat darat sampa lebih dari sebulan kemudian belum bisa merata ke
daerah Padang Pariaman, hingga hanya bisa didistribusikan melalui
transportasi udara. Bisa dibayangkan teknologi jenis apakah yang dipakai
oleh para Adipati kita pada jaman Majapahit untuk berpindah tempat pada
saat itu, di saat mereka masih harus menembus medan yang tidak ada
jalannya yang penuh dengan hutan belantara, bahkan sebagian harus
menyeberangi lautan yang luas, sementara mereka sendiri masih harus
menjalankan roda pemerintahan di Kadipaten-nya masing-masing.
“Maka kamipun kemudian sadar bahwa ada tekanan dari
beberapa negara besar yang mendorong supaya kita melupakan dan
menyepelekan tradisi asli kita, karena hanya dengan tradisi warisan
leluhur, maka kita bisa bangkit dari keterpurukan, juga semangat
nasionalisme generasi muda akan menjadi bangkit lagi kalau kita berhasil
menunjukkan ke mata dunia bahwa kita bukanlah Negara kecil”.
Kita akan sanggup membantah setiap klaim dari Malaysia, karena terdapat juga bukti bahwa
kita bangsa asli Nusantara bukanlah orang Melayu
dan orang Melayu pada masa lalu hanyalah prajurit biasa dari wilayah
yang menginduk kepada Nusantara di era kerajaan-kerajaan leluhur kita
pada jaman dulu.
Untuk dampak positif ekonomi, dengan meng-ekspos kebesaran Nusantara
akan ber-imbas ke bangkitnya peningkatan perekonomian di daerah yang
candi-candinya menjadi bukti kebesaran Nusantara.
Candi-candi itu saat ini tersebar mulai dari Jawa Barat sampai ke
Jawa Timur. Sangat disayangkan mencermati para arkeolog kita hanya
menganggap cerita dalam relief-relief tersebut hanya sebatasan kisah
Ramayana, Sudamala, dll., sehingga sejarah kisah aslinya tidak pernah dipelajari dan terungkap.
Saatnya untuk generasi muda kita berhak mengetahui betapa luhur dan terhormatnya sebetulnya bangsa kita ini.
Candi Cetho
***
Candi Sukuh
***
Candi Penataran
Semua gambar diatas, baik itu perbandingan dan persamaannya adalah NYATA. Jadi apakah semua diatas itu rekayasa? Think again…